Semua sudah diatur Tuhan
Sebenernya panjang kalo diceritakan secara
mendetail tentang siapa “Saefullah Al-Dhizamy” itu. Penulis seorang keturunan
orang madura, tepatnya berasal dari kabupaten “Bangkalan” kabupaten yang paling
dekat dengan Jembatan Suramadu yang menjadi kebanggaan khalayak Madura. Madura
merupakan tanah tumpah darah bagi penulis, tapi Kota Jakarta adalah tanah
kelahiran juga bagi penulis.
Entah karena alasan apa yang penulis masih
bingung ketika umur 6 tahunan penulis dititipkan untuk diasuh oleh kakek buyut
penulis “K.H. Noeruddin” yang pada saat itu menjadi tokoh
masyarakat di desa Bancaran, Bangkalan.
Penulis sejak umur 6 tahun didik secara
ketat oleh kakek buyut, waktu bermain pun nyaris hampir tidak ada sama sekali
karena sejak subuh sampai malam pasti saja ada kegiatan yang harus dilakukan
dibawah pengawasan kakek buyut penulis.
Dari ngaji Al-qur’an mulai subuh
dilanjutkan jam 7 pagi harus berangkat ke Sekolah Dasar (SD), pulang dari
sekolah dasar pun tidak ada yang namanya istirahat karena harus cepat menuju madrasah
ibtidaiyah sampai hari menjelang sore. Habis maghrib pun masih aja ada kegiatan
harus ngaji dan ngapalin surat-surat pendek dari juz ‘Amma. Itu semua yang
penulis lakukan ± 9 tahun sampai beranjak untuk masuk SMA, sebenarnya penulis
udah ada rencana untuk melanjutkan SMA di Jakarta. Tapi keinginan tersebut
ditahan oleh keputusan orang tua yang mengharuskan untuk melanjutkan ke
pesantren, katanya sih biar tahu tentang ilmu agamanya lebih dalam. Akhirnya
orang tua putuskan untuk memasukkan penulis ke Pondok Al-Amien Prenduan, yang
konon katanya merupakan pondok moderen dimana setiap harinya harus berbahasa
Arab dan Inggris. Hal itu memang nyata adanya, selama 1 minggu penulis merasa
tidak betah untuk mondok karena faktor bahasa yang penulis belum kuasai
ditambah lagi kena tempelengan senior karena ketahuan berbahasa madura
Di sinilah puncaknya pengen rasanya
penulis kabur, tapi penulis berpikir ulang hal ini masih sepele dari perjuangan
selama 9 tahun yang didik ama kakek buyut penulis.
Dari sinilah penulis mulai belajar untuk
menekuni bahasa yang membuat minder penulis. Syukur Alhamdulillah dalam kurun
seminggu penulis sudah bisa berkomunikasi dengan 2 bahasa walaupun boleh
dibilang masih rada ancur banget.
Karena berkat kegigihan penulis selama
mondok, penulis mendapatkan peringkat teratas. Terakhir penulis merupakan
Alumni peringkat 4 dari 214 santri, dan termasuk yang mendapatkan beasiswa
untuk melanjutkan studi ke “Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir” di negerinya fir’aun. Tapi malah orang tua
penulis yang tidak mengizinkan untuk melanjutkan di sana, alasannya karena
faktor kejauhan lah........haduh.....
( to be continued..........)
Klik di Sini untuk Baca Selengkapnya »»